Cerita ini tentang peristiwa setahun silam. Tepat bulan ketujuh 2020 nestapa kembali mengetuk pintu-pintu rumah. Kala itu, pandemi pun belum kelar, tapi anak-anak di Desa Laloika harus terendam oleh banjir.

Ini tentang bencana yang kerap memangsa lingkungan. Selain menorehkan jejak duka pada kedalaman sanubari, adapula kisah-kisah tentang manusia yang coba bertahan dari ujian alam. Mereka saling berebut rasa aman dan nyaman di balik terpal posko pengungsian. Fenomena seperti ini tak pernah sepi akan kisah.
Di balik dampak yang menggerogoti ada episode lain tentang perjuangan anak-anak sekolah dasar dalam mendapatkan asupan pengetahuan yang memadai.Saya terkenang satu frasa “Pendidikan itu mahal”. Telak. Anak-anak di sana menebus nilai itu dengan determinasi dan kegigihan. Mereka menaklukan ganasnya alam, keterisoliran geografis, berpacu dengan waktu bahkan mencoba bangkit dari reruntuhan ekonomi.
Mereka tulus, mencoba jalan damai dengan infrastruktur yang tak berprikemanusiaan. Mereka berjuang memacu disiplin dalam belenggu keterbatasan.Bagi mereka perjalanan menjadi terdidik adalah romansa, ia erat dengan hati. Dan jika para perusak lingkungan itu punya hati, pastilah tahu cara menghargai lingkungan. Mari merenung dulu, setelah itu baru kita cerita lagi.(*)
–foto oleh M. Abdi Asmaul