Selamat Datang di Ruang Tunggu Wakinamboro

Berbeda dengan gaya masyarakat kontemporer, cara efektif mengembangkan gagasan di era disrupsi adalah berinteraksi di media sosial. Platform blog wakinamboro adalah serangkaian alternatif dari berbagai saluran medsos untuk mengonstruksi ideologi, lalu mengaktualisasikannya.
Walau kerap diselimuti renjana untuk segera memublikasikannya, apa yang tertulis, sedapatnya tidak didasari oleh ketergesaan atau berlomba-lomba dengan platform lain dalam menyajikan informasi dan ide secepat mungkin.
Bagi saya, menulis adalah kerja kontemplatif. Saya membutuhkan perenungan yang mendalam dilambari dengan riset-riset kecil saat memproduksi satu karya tulisan. Terkadang setelah tuntas pun, saya harus merendam pikiran itu selama beberapa waktu. Itu saya lakukan agar tidak menginjak ranjau fake dan hoax yang bertaburan dalam ekosistem digital. Semua itu saya coba lakukan demi membangun reputasi website ini.
Blog wakinamboro.com adalah dermaga bagi segala pikiran-pikiran yang berlayar jauh ke antah berantah. Jalan pulang bagi seluruh idealisme dan perasaan. Ini adalah cara mendisplinkan diri agar bekerja tuntas. Belajar memikul satu lagi tanggung jawab.
Awal pengembangan dan desain blog ini saya lakukan sendiri secara otodidak. Urusan membeli domain, hosting dan seabrek detail setting-an hampir membuat saya depresi. Maka sesederhana inilah wajah dan performance blog ini. IT belum masuk ke dalam bucket list talenta saya. Namun, ini adalah bentuk tantangan personal bagaimana menyikapi perkembangan zaman yang serba pixel.
Untuk pengalaman mengesankan dalam mengakses website ini, jika kepala saya hampir pecah lagi, nanti saya akan mempertimbangkan meng-hire seorang IT support yang profesional untuk tampilan yang lebih kece. Saya akan berusaha memberi pengalaman membaca yang nyaman dengan tidak tergiur untuk memasang iklan-iklan pembesar alat kejantanan. Karena pada mulanya, genealogi blog ini adalah untuk menampung segala kecamuk pikiran.
Dari sisi perwajahan maupun konten, mungkin blog ini hanyalah debu-debu jalanan. Masih butuh tenaga extraordinary untuk menyempurnakannya. Butuh konsistensi untuk menghadirkan konten bermuatan hikmah.
Saya harus berterima kasih kepada Ayah dan kakak saya. Mereka adalah dua orang yang berperan menumbuhkan kebiasaan saya menulis. Sejak kelas 6 SD ayah sudah membiasakan bahkan memaksakan untuk membaca buku-bukunya. Terkadang jatah bermain saya harus tersita, saya duduk membaca di ruang tamu dengan dada penuh dendam. Sampai saya mengerti bahwa membaca adalah amunisi dalam menulis.
Saya pun menyerap teladan yang sama dari kakak perempuan saya, ia candu menulis diary dan menggubah puisi yang oleh circle intelektual dianggap sebagai mainan remaja. Tanpa saya sadari, benih-benih itu telah tumbuh bermekaran menjadi sebuah kecintaan.
Dan sebetulnya saya belum tahu dimana kecenderungannya saya dalam menulis. Terkadang saya mencampur baurkan semua genre, bahkan kemudian menjadi absurd. Tidak usah repot menebak kemana orientasi setiap apa yang saya tulis, karena seorang pernah mengatakan saya mengambil jalur zigzag tersendiri.
Eventually, dengan segala hormat silahkan menyusuri belantara kata-kata dalam wakinamboro dengan segala dahaga.