Kalau Anda ingin menambang kosa kata, nontonlah podcast Endgame. Kalau sudah merasa cukup terhibur dan puas ketawa dengan konten receh dan un-faedah, bolehlah sekali-kali coba semi serius. Uniknya bagi saya, podcast Endgame yang diasuh Pak Gita ini, jarang ikut keracunan untuk mengundang narasumber yang sedang viral, dalam standar netizen Indonesia tentunya. Ini podcast Heavyweight. Narasumber yang datang tidak pernah terbuat dari kaleng bekas.
Seperti di episode ke 136 ini. Endgame mengundang John Mearsheimer. Dia ilmuwan politik. Istilah ilmuwan politik berarti ahli di bidang politik. Di kampung saya ada istilah “kapolitiki” juga ahli di bidang politik. Kapolitiki adalah sebuah terminologi modern yang dipaksa “dilokal kontenkan”, yang secara kontekstual bisa diartikan “penuh muslihat, parecu, halalkan segala cara”, pemaknaan itu dengungnya memang agak negatif.
Citra buruk yang lekat pada istilah kapolitiki berbeda dengan political scientist (ilmuwan politik). Kapolitiki meskipun muslihat, agak blak-blakan manuvernya. Sedang, ilmuwan atau pakar politik itu semacam kemampuan analisa dalam memilih yang terbaik diantara dua pilihan buruk. Misalnya, antara si A dan B, kamu harus bunuh salah satu. Siapapun yang dipilih tetap tidak menghindarkan kita dari perbuatan membunuh. Maka, sama, muslihat juga, tapi packaging-nya rada-rada akademis.
Tuan Mearsheimer (kalo anda susa baca, sebut saja Merseimer) mengeluarkan satu provoking statement. “I think the situation we face today in the world is much more dangerous than it was during the Cold War,” begitu katanya. Ini terkait perang Ukraina.
Saya terusik. Loh, mengapa nanti Rusia dan Ukraina perang, baru seluruh tatanan dunia dikatakan dalam kondisi berbahaya. Bagaimana dengan perang di Middle East. Kenapa begitu?. Apa jangan sampai, karena terlalu seringnya, perang Middle East itu sudah dianggap biasa sebagai rutinitas. Jadi semacam tiap pagi kita terbiasa bangun tidur, lalu minum segelas kopi. Begitu juga di Middle East, bangun pagi, langsung kokang AK-47, main temba-temba. Sudah biasa, so relax.
Ada banyak wawasan yang bisa diserap setiap saya nonton podcast Endgame, seputar geopolitik, seperti teori realism, great power politics, Ukraine debate, geopolitics of climate crisis, boomerang against the US, nuclear paradox, East Asia’s instability, incalculable coefficient of war, dan yang paling pamungkas, mereka tidak lupa gosipkan Xi Jinping, China matters.
Perang di Ukraina diperkirakan akan berlanjut dalam jangka waktu yang cukup lama. Bahkan sudah ada yang rayakan hari jadinya yang pertama, semacam hari ulang tahun perang. Mearsheimer bilang, hasil terbaik yang bisa diantisipasi adalah “cold peace” antara Ukraina dan Rusia, menyerupai situasi selama Perang Dingin (cold war). Damai, tapi dalam suasana dingin. Kalo orang sini (kendari) sebutnya nda baku omong.
Skenario baku bombe ini menguntungkan Tiongkok, karena mereka dianggap sebagai pemenang dalam perang ini. Kenapa untung?, karena pesaing geopolitik jadi lemah akibat ketegangan Rusia dengan Barat + Amerika. Bahasa pasarnya, Amerika/Barat sudah hosa baku pukul dengan Rusia. Dua bela pihak babak belur, China yang tetap bugar.
Selanjutnya, peningkatan peran global China. Dalam konteks perang Rusia dan Ukraina, China dapat terlihat sebagai aktor yang relatif netral atau moderat, yang berupaya menjaga hubungan baik dengan Rusia dan Ukraina. Hal ini dapat memperkuat posisi China sebagai kekuatan global yang lebih stabil dan kredibel dalam urusan geopolitik. Bahasa pasarnya, China semacam Pak RT di kompleks, kalau ada warga bermasalah bisa mengadu minta solusi ke Pak RT.
Alasan berikutnya, peluang ekonomi dan energi. Konflik antara Rusia dan Ukraina dapat memengaruhi pasokan energi dan perdagangan di wilayah tersebut. China dapat memanfaatkan peluang ini untuk memperkuat posisinya sebagai mitra ekonomi utama bagi kedua negara, serta mendapatkan manfaat ekonomi dari peningkatan investasi dan kerjasama ekonomi dengan mereka. Bahasa pasarnya lagi, kalo habis mi uangnya Putin dengan Zelensky mo beli gas atau minya tanah nda ada, bisa Whatsapp Xi Jinping, “Kanda, adakah seratus?”.
Terakhir, mengukur reaksi Barat. China dapat memerhatikan reaksi dan kebijakan Barat terhadap konflik Rusia dan Ukraina, termasuk sanksi ekonomi dan pembatasan perdagangan. Hal ini dapat memberikan wawasan kepada China tentang pendekatan dan strategi yang digunakan oleh negara-negara Barat dalam menangani konflik regional, yang dapat diterapkan atau dihindari dalam konteks hubungan China dengan negara-negara tetangganya. Jangmi sa bahasa pasarkan lagi.
Juga yang menarik, ada yang disebut realism, ini salah satu teori ilmu politik, penekanannya adalah negara-negara pada dasarnya peduli dengan keseimbangan kekuasaan. Negara-negara besar, termasuk Tiongkok, berusaha menjadi kuat untuk memastikan kelangsungan hidup mereka dan mencegah eksploitasi oleh negara-negara kuat lainnya. Realisme tidak membedakan antara sistem politik yang berbeda entah itu monarki, republik, demokrasi, oligarki, totaliterisme, komunis atau teokrasi. Tetapi melihat bahwa semua negara sebagai entitas yang mengejar kepentingan dan kekuasaan mereka sendiri. Itulah sebabnya saat ini lagi tren membangun kekuatan kawasan. Setiap negara sibuk membentuk NATO kecil-kecilan.
Nah, dalam pergaulan internasional, setiap negara pasti saling berebut pengaruh, menunjukan dominasi. Ini hal lumrah dalam geopolitik dan geostrategis. Dan yang unggul dalam perebutan pengaruh itu adalah kampungnya Kobe Bryant. Pada satu masa ada disebut sebagai unipolar moment.
“Momen unipolar” merujuk pada periode waktu di mana Amerika Serikat merupakan satu-satunya kekuatan global yang dominan. Ini mengacu pada masa setelah akhir Perang Dingin, ketika Uni Soviet runtuh pada tahun 1991 dan Amerika Serikat menjadi kekuatan utama yang mendominasi tatanan internasional. Selama momen unipolar ini, Amerika Serikat memiliki kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang sangat kuat, dan tidak ada kekuatan negara lain yang sebanding secara langsung. Momen unipolar ini memberikan Amerika Serikat pengaruh besar dalam membentuk dan memengaruhi tatanan internasional. Kita bisa lihat pengaruh itu dari privillege Amerika di PBB, IMF dan World Bank.
Pada momen ini Amerika Serikat mengejar kebijakan luar negeri liberal yang dikenal sebagai hegemoni liberal. Kebijakan ini untuk mengintegrasikan Tiongkok ke dalam sistem internasional, dengan harapan menjadi pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dan akhirnya bertransisi menjadi demokrasi liberal. Ada pertarungan ideologi disini, supaya China tidak komunis.
Namun sekarang, dunia merangkak ke multipolar moment. “Momen multipolar” mengacu pada periode waktu di mana terdapat beberapa kekuatan global yang berkompetisi dan memiliki pengaruh yang signifikan dalam tatanan internasional. Dalam momen multipolar, tidak ada kekuatan tunggal yang secara dominan mengendalikan hubungan internasional. Sebaliknya, ada beberapa kekuatan besar yang saling bersaing dan memengaruhi dinamika global.
Dalam momen multipolar, kekuatan-kekuatan besar seperti Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia, dan mungkin beberapa negara lainnya memiliki kekuatan politik, ekonomi, dan militer yang signifikan. Kekuatan ini dapat saling bersaing, bekerja sama, atau membentuk aliansi dengan negara-negara lainnya, dan tatanan internasional cenderung lebih kompleks dan beragam.
Kekuasaan Tiongkok pelan-pelan bertambah, begitu juga Rusia, India juga menunjukan taring, lagu-lagu Bollywoodnya masih merajai bumi. Amerika Serikat mulai memandangnya sebagai ancaman, yang mengakibatkan pergeseran ke arah pembatasan dan pendekatan yang lebih realpolitik.
Sebenarnya, kepentingan strategis inti Amerika Serikat terletak di Belahan Bumi Barat, Asia Timur Laut, Eropa, dan Timur Tengah/Teluk. Amerika ingin menjadi kunci-kunci dunia. Belahan Bumi Barat penting karena tidak ada ancaman, di sana damai-damai, sejuk, pemandangan bagus, sedangkan Asia Timur Laut dan Eropa tetap menjadi wilayah yang krusial. Timur Tengah/Teluk memiliki arti penting karena sumber daya minyak. Asia Tenggara dan wilayah lainnya mungkin dianggap kurang strategis kecuali jika mereka secara langsung terpengaruh oleh persaingan kekuatan besar atau konflik. Kasian kita Indonesia, nda dihitung La Biden.
Masih banyak lagi yang didiskusikan Pak Gita bersama Mas Mearsheimer, tentang ekspansi NATO, tentang kenaikan suku bunga dan utang pemerintah di Amerika Serikat dan Eropa, yang dapat berdampak pada sentimen publik dan politik domestik di wilayah tersebut. Juga bercerita tentang risiko dan potensi konflik Taiwan serta South China Sea. Saya ingin elaborasi lebih banyak, tapi saya capek mi menulis ini. Sudah blank. Sepertinya harus ditidurkan dulu. Mata saya lelah di hadapan monitor.
Satu pertanyaan terakhir ialah, apakah ada kemungkinan perang senjata nuklir terjadi?. Ya, kalau Rusia kalah. Makanya mari kita doakan Putin menang. Mau benar atau salah terserah, asal jangan sampai Rusia menganggu kehidupan kita.
Lantas, apa kaitannya judul “Dua Menit, Dua Puluh Tujuh Detik” dengan ulasan ini?
Tidak ada.
Itu prank.